Membentuk Hati yang Ridha Lewat Syukur Sejak Dini di Rumah Qur’an Ruhama
“Ih, dia dapat hadiah, aku nggak!”
“Kenapa aku belum hafal, padahal temanku udah bisa?”. Kalimat seperti itu terdengar biasa di telinga kita, apalagi jika datang dari anak-anak. Sebab di usia dini, perasaan iri, kecewa, dan membandingkan diri adalah bagian alami dari proses pertumbuhan. Namun jika tidak diarahkan dengan tepat, rasa iri bisa mengakar menjadi sikap mudah dengki, sulit menerima, bahkan tidak mampu merasa cukup.
Itulah sebabnya, di Rumah Qur’an Ruhama, para pengajar tidak hanya fokus mengajarkan huruf dan hafalan, tetapi juga menanamkan nilai syukur dan ridha sebagai perisai hati dari rasa iri. Dalam lingkungan belajar yang santai namun mendidik anak-anak diajak menyadari bahwa Allah memberi setiap orang dengan takaran yang berbeda, tapi semuanya baik dan cukup.
Ketika ada santri yang mendapatkan hadiah karena sudah hafal satu surat, pengajar tidak hanya memberi selamat, tetapi juga menyampaikan kepada anak-anak lain untuk tidak pantang menyerah.
Kata-kata yang sederhana itu punya kekuatan besar. Ia mencegah benih iri tumbuh di hati anak-anak. Ia mengajarkan bahwa bersyukur atas nikmat orang lain adalah langkah awal untuk mendapat nikmat serupa.
Selain itu, Ruhama membiasakan anak-anak untuk mengucap syukur bahkan dalam pencapaian kecil. “Alhamdulillah, hari ini bisa membaca tanpa terbata-bata.” “Alhamdulillah, tadi nggak lupa bawa iqra.” Dengan begitu, anak tidak merasa perlu menunggu momen besar untuk merasa cukup. Mereka mulai melihat nikmat dalam versi mereka sendiri, tanpa harus selalu dibandingkan dengan teman.
Suasana pembelajaran yang tenang, tidak kompetitif secara berlebihan, dan saling mendukung inilah yang membentuk budaya belajar yang sehat di Rumah Qur’an Ruhama. Anak-anak tahu bahwa setiap orang punya waktunya sendiri untuk berkembang. Bahwa keberhasilan teman bukan ancaman, tapi semangat.
Syukur adalah kunci. Ia menjauhkan dari iri, menguatkan hati saat tertinggal, dan mengajarkan bahwa kebahagiaan itu datang bukan dari punya lebih, tapi dari menerima dengan ikhlas apa yang sudah dimiliki.
Dan di Rumah Qur’an Ruhama, rasa syukur itu dilatih bukan dengan ceramah panjang, tapi dengan kebiasaan yang lembut dan pembiasaan yang konsisten. Semoga anak-anak yang bukan hanya hafal Al-Qur’an, tapi juga berhati lapang dan bersyukur dalam segala hal.
Salam Hangat
Rumah Qur’an Ruhama
Nurfaizah